"Sulit untuk memprediksi besar kecilnya badai Matahari. Kita juga belum bisa memprediksi ke mana arah badai Matahari," jelas Hakim L Malasan, Kepala Observatorium Bosscha
Hakim mengatakan, kesulitan memprediksi waktu dan besarnya badai Matahari ini sama sulitnya dengan memprediksi besar dan waktu terjadinya gempa tektonik. Jadi, jika ada yang mengatakan dengan pasti kapan badai Matahari terjadi, hal itu pasti tidak benar.
Astrofisikawan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, mengatakan, "Meskipun tahun 2013 adalah puncak aktivitas Matahari, namun tidak berarti badai Matahari-nya selalu lebih besar dan mengarah ke Bumi."
Menurut Thomas, badai Matahari baru akan berdampak besar bila masuk dalam kelas Medium (M) atau Ekstrem (X). Di samping itu, badai Matahari juga harus mengarah ke Bumi. Bila tak memenuhi syarat itu, badai Matahari tak akan berakibat apa-apa pada Bumi.
Thomas menjelaskan, pada 25 Desember 2011 lalu terjadi 1 kali badai Matahari, pada 26 Desember 2011 terjadi 2 kali badai Matahari, dan pada 1 Januari 2012 terjadi 2 kali badai Matahari. Namun, semua badai Matahari tersebut tidak mengarah ke Bumi.
Sebelumnya, pada tahun 2003 terjadi badai Matahari pada bulan Oktober dan November. Badai Matahari pada bulan November lebih besar daripada bulan Oktober, tapi karena arahnya tidak ke Bumi, maka tidak ada dampak apa pun yang diakibatkan.
Thomas memaparkan bahwa walaupun badai Matahari besar akan menuju Bumi, efeknya tidak akan langsung pada manusia. Dampak badai Matahari yang dikhawatirkan adalah pada sistem komunikasi, kelistrikan, dan navigasi.
Menurut Hakim, langkah penting yang mesti dilakukan saat ini adalah persiapan dampak yang mungkin terjadi. Badai Matahari bisa mengakibatkan terputusnya komunikasi seluler, listrik padam, dan gangguan pada sistem perbankan seperti ATM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar